Latest Movie :

UU KIP Jauhkan Pejabat Publik Dari Perilaku Dusta dan Tidak Amanah

Setiap pejabat publik yang terpercaya (amanah), pasti pada dirinya melekat sifat jujur dan sikap terbuka (transparan). Sebaliknya, setiap pejabat publik yang tidak terpercaya (khianat), pasti melekat pada dirinya sifat curang dan sikap tertutup (tidak transparan alias dusta). Jadi, setiap pejabat publik yang terpercaya, pasti dapat dijamin dia bukan koruptor. Karena dia punya prinsip, tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Sebaliknya, pejabat publik yang tidak terpercaya, dapat dipastikan kalau dia itu seorang koruptor. Karena dia tidak peduli, apakah mengambil sesuatu yang bukan haknya itu haram atau halal. Dia pun tidak peduli, apakah agama dan norma kepatutan melarang atau tidak melarang perilaku dusta dan perilaku curang. Begitu juga dia tidak peduli, apakah kelak dirinya akan masuk surga atau masuk neraka.

Setiap pejabat publik yang akrab dengan cara hidup dusta, yaitu berperilaku khianat dan curang. Maka, kedatangan UU KIP telah menjadi sesuatu yang menimbulkan keresahan baru, setelah keresahan yang ditimbulkan oleh kedatangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Keresahan itu kemudian ditunjukkan dengan sikap perlawanan. Dimana para pejabat publik ini melawan dengan sengit dengan cara mengakal-akali pasal UU KIP itu sendiri dan pasal undang-undang lainnya untuk menghindar dari kewajiban bersikap transparan kepada publik.

Sangat patut dikasihani sikap resisten para pejabat publik yang melakukan perlawanan kepada UU KIP itu. Karena kalau saja para pejabat publik itu menyadari, sebenarnya kemanfaatan UU KIP tidak saja dinikmati oleh publik, tetapi juga dapat memberi manfaat yang besar bagi pejabat publik itu sendiri. UU KIP dapat membantu pejabat publik keluar dari kebiasaan buruk berperilaku korup. Karena dengan menaati amanat UU KIP, yang menuntut setiap pejabat publik untuk bersikap transparan atas kinerjanya sebagai pejabat publik, khususnya tanggung jawab didalam mengelola anggaran publik, maka secara pasti pejabat publik akan mampu untuk menyingkirkan budaya korup dari lingkungan tempatnya bertugas sebagai pejabat publik. Hal ini menjadi niscaya, mengingat seluruh praktik korupsi dan/atau penyalahgunaan jabatan oleh pejabat publik, pasti selalu dilakukan dalam ruang-ruang ketertutupan yang luput dari pengetahuan publik. Dengan adanya keterbukaan informasi publik, maka hal-hal yang biasanya disembunyikan oleh pejabat publik dari pengetahuan publik menjadi terbuka dan informasinya dapat diakses oleh publik. Sehingga, dengan sendirinya pejabat publik akan berusaha untuk tidak melakukan perbuatan korupsi dan menyalahgunkan jabatan , karena pejabat publik takut kalau tindakannya diketahui oleh publik.

Masalahnya, kebanyakan pejabat publik di negeri ini tidak menjadikan UU KIP sebagai instrumen hukum yang akan membantu mengeluarkan mereka dari gaya hidup dan tradisi korup (budaya maling), tetapi justru para pejabat publik itu menganggap kehadiran UU KIP sebagai suatu gangguan. Bahkan, para aktivis keterbukaan informasi publik diposisikan sebagai pengacau yang mengganggu kerja mereka sebagai pejabat publik. Mengapa yang muncul justru sikap perlawanan kepada UU KIP dan sikap tidak bersahabat kepada para aktivis keterbukaan informasi publik? Tentu, jawabannya adalah karena para pejabat publik itu memang belum siap dan tidak mau keluar dari sistem korup yang mengotori lingkungan tempatnya bertugas. Mereka tidak mau menjalani hidup bersih. Mereka sama sekali tidak merasa terusik, dirinya dan keluarganya hidup dengan gelimang kotoran korupsi, dan perilaku dusta.

Baca juga :
http://www.rimanews.com/read/20101106/5070/koruptor-itu-kafir-balasan-akhir-untuk-koruptor
Share this article :
 
Support : Copyright © 2015. Perkumpulan_Sahabat_Muslim - All Rights Reserved
Template Created by Sahabat Muslim Published by Sahabat Muslim Indonesia